Kamis, 24 Juli 2008

2012, Kembalinya yang Biasa Kembali

Heboh. Sekarang bukan cuma ahli arkeologi yang ngulik warisan Bangsa Maya. Untuk pertama kalinya, angka Arab begitu mistis mengalahkan angka Romawi yang selalu mistis dalam kepustakaan Freemason. Dialah 2012. Waktu yang ditafsir dari penanggalan Bangsa Maya. Di beberapa web ditambah kelengkapan tanggal 21 bulan 12.

Ada apa sih di tanggal itu? Menurut tafsir atas penanggalan Bangsa Maya, itulah akhir dunia. Apa yang dimaksud ‘Akhir dunia’? Kiamat, kata sebagian orang. Buat kita, waktu dunia itu linear karena Tuhan Semitik adalah Alfa dan Omega, Awal dan Akhir, yang mencipta dari ketiadaan dan mengakhirinya dengan peniadaan. Cara pikir linear atas waktu mendorong kita berpikir soal ‘Tuhan’ dan ‘akhir’. Ketika Bangsa Yahudi ditindas habis-habisan Nabi Elia mengabarkan akhir dunia dan akan datangnya Kerajaan Tuhan, Kerajaan Damai buat Bangsa Pilihan Tuhan. Ketika Bangsa Yahudi juga ditindah habis-habisan, Yesus mengabarkan akhir dunia dan datangnya Kerajaan Tuhan yang kian dekat. Ketika Krisis Kapitalisme akhir abad ke-19, muncul pemula-pemula sekte Advent yang mengabarkan kedatangan Yesus tuk yang kedua pertanda akhir dunia kian dekat. Ketika ketertindasan bangsa Indian makin brutal, orang Indian bikin Tarian Arwah menunggu kereta yang akan membawa mereka melalui akhir dunia ke dunia nenek moyang yang damai. Ketika orang Melanesia tertindas habis-habisan, mereka menunggu Cargo yang membawa kekayaan dan nenek moyang menuju dunia damai di balik dunia fana yang akan berakhir ini. Ketika krisis kapitalisme merusak banyak hal di Jepang, Aum Shinri Kyo mengabarkan akhir dunia sambil meledakkan bom gas syaraf. Ketika krisis kapitalisme 1997-1998, muncul gereja kiamat di Dayeuh Kolot... dan seterusnya, dan seterusnya.

Hanya orang-orang terpilih yang akan selamat dari guncangan akhir dunia ini. Jumlahnya tidak banyak karena kebenaran selalu punya sedikit pengiman.

Semua agama mengajarkannya. Semua nabi mengabarkan berita ini. Bila semua percaya pada hal yang sama, apakah ada kebenaran tunggal yang mendasari? Atau justru kekeliruan tunggal di dalam semua kepercayaan ini?

Wallahu’alam bishshawab....

Senin, 07 Juli 2008

Romantisme Listrik Padam

Kemarin malam aliran listrik padam. Ketika hendak membeli lilin ke warung, di tanah lapang Tuhan menuntun saya menengadah. Tinggal di pinggiran wilayah pinggirannya kota ada untungnya. Polusi cahaya di sini belum separah Bandung atau Jakarta. Itu membuat bintang-gemintang jelas terlihat. Entah berapa lama terakhir saya pandangi langit. Semangat sok romantis tiba-tiba bergelora.

15 milyar tahun cahaya yang lalu mereka belum ada. Semesta barulah titik singularitas. Energi titik yang mahapadat itu meronta. Kontradiksi di dalamnya merunyak dan meledaklah ia. Para nabi menyebutnya Ledakan Mahadahsyat. Seperti kumpulan debu yang tertiup angin, materi-materi padat energi menyebar; melesat saling menjauh. Salah satu yang terlontar dari gejolak pembebasan itu adalah rumah kita: bumi. Ia lahir dari tarian liar materi berenergi 3-4 milyar tahun yang lalu. Saudara-saudara dekatnya, planet-planet tatasurya, juga lahir di masa tak jauh beda. Selama ini mereka diasuh bibi matahari. Mereka tumbuh dan besar di naungan terangnya. Bibi matahari tidak akan melepas kehangatannya, paling tidak sampai 15 milyar tahun yang akan datang, hingga nanti ia jatuh sakit karena kontradiksi dirinya sendiri.

Seperti anak-anak ayam, putra-putri dari Yang Mahapadat yang kini saling menjauh tidak kuat menahan rindu tuk saling jumpa. Bagaimana pun kodrat mereka adalah satu. Kerinduan purba menghantar mereka berpelukan bila ada kesempatan. Tidak jarang kerabat jauh bumi mendatanginya. Mereka mencium dataran Siberia, padang Mexico, atau sekadar lewat memperlihatkan ekor mereka yang terbakar rindu. Sayangnya ciuman itu mendarat ketika sudah ada saudara evolusi kita, Dinosaurus. Mereka pun punah tinggal fosil. Kita, manusia, tinggal tunggu waktu karena saudara jauh bumi itu banyak, sebanyak bintang-gemintang yang sanggup kita hitung. Ada yang kecil, ada lebih banyak yang besar-besar.

Sungguh GR bila kita pikir manusia itu luar biasa. Manusia tak lebih setitik debu di Sahara semesta. Tanpa kita, semesta raya tidak akan bersedih. Betapa GR bila kita pikir kita itu penting. 15 milyar tahun tanpa manusia, semesta raya tidak kebingungan. Tanpa doa-doa manusia, semesta akan tetap seperti kodrat dirinya yang terus bergejolak karena kontradiksi internalnya.

Salawat serta salam teruntuk nabi penghabisan bagi penghuni bumi dan walinya yang menguak rahasia dialektika dan hukum kontradiksi semesta raya dan kehidupan manusia serta mengajarkan perjuangan menuju masyarakat tauhidi. Amin.

Rabu, 02 Juli 2008

Kawan Saya Baru Saja Mati

Saya baru dari pemakaman, nak.
Yang dikubur itu teman;
teman sejak delapanpuluhan.
Kita teman sama kerja di jalan, nak.
Dia sih sakit sudah lama dibiar saja.
Apadaya kita orang susah.
Biar batuk, kita musti nyapu
dari subuh sampe jam sepuluh.

Ke dokter dia tidak.
Ke dokter kita jarang.
Ongkosnya, nak... masya allah.
Tapi namanya orang susah.
Kita sakit musti terus kerja.
Buat kita, sakit itu kalau sudah tidak gerak.
Maklum nak, kita dibayar harian.
Kalo absen sehari, tujuh ribu tidak ada.
Masih untung ada kerja, nak.
Pak mandor yang kasih berkah.
Daripada ngemis, bikin malu sanak di desa.

Ya nak, kawan saya baru saja dikubur.
Saya lihat badannya kurus dibungkus.
Dua hari jasadnya belum diurus.
Katanya musti bayar ini-itu.
Terpaksa kita utang dulu
biarpun ndak tahu kapan disaur.
Istrinya mati duluan tahun lalu.
Ketabrak mobil sedan biru,
waktu nyapu dari subuh sampe jam sepuluh.
Saya sih... tinggal tunggu waktu... nak.

Pasar Beringharjo, 26 Juli 2008

Selasa, 01 Juli 2008

Perihal Demokrasi Borjuis

Demokrasi yang sekarang dijalankan di banyak negara dunia ketiga lebih merupakan dalih ajaib daripada kenyataan. Dengan dalih demokrasi, negara maju mengecam Indonesia. Tapi jelas sekali bukan dengan dalih demokrasi, CIA menumbangkan Allende dan menggantinya dengan Jendral Pinochet yang bengis, mendudukan Marcos sebagai despot lalim buat Filipina, atau memajukan Soeharto sebagai sultan Indonesia. Jelas bukan pula karena Kuwait itu negara demokratis hingga Amerika habiskan miliaran dolar untuk membelanya dari caplokan Irak.

Di Indonesia dan di negara-negara figuran dalam drama kapitalisme tua, cita-cita Francis Fukuyama sedang dijalankan sebaik-baiknya. Nabi blasteran Jepang pembawa wahyu neoliberal itu bilang bahwa demokrasi liberal dan kapitalisme merupakan capaian terakhir sejarah umat manusia. Tidak akan ada lagi sistem politik dan ekonomi yang baru dan melampaui keduanya. Sejarah manusia sudah selesai di sini. Babak selebihnya hanyalah catatan kaki dan perbaikan kecil-kecilan. Tidak akan ada bisa mengubah kenyataan ini. Karena semuanya sudah suratan takdir historis. Pandangan sejenis ini persis seperti yang dianut kaum fundamentalis agama dan Marxis ortodoks. Bedanya, bila kaum fundamentalis melihat ke masa lalu dan Marxis ortodoks melihat ke masa depan, maka Fukuyama melihat ke sekarang.

Benarkah demokrasi liberal takdir terakhir perjalanan manusia yang harus dianut semua jenis mahluk berkaki dua yang ajaib ini di delapan penjuru mata angin? Suatu kali, Muhammad Iqbal bilang “Demokrasi borjuis cenderung memperkuat semangat percaya bulat-bulat pada hukum formal. Kepercayaan pada hukumnya sendiri tidaklah jahat, tapi sayangnya ia cenderung mengganti sudut pandang moral murni dan menyamakan sesuatu yang ilegal dengan sesuatu yang salah secara moral.”