Rabu, 30 September 2009

kapitalisme

Kapitalisme tidak hanya dibangun di atas pengusiran-pengusiran, kolonisasi, dan kokangan senjata. Ia juga dihidupi semangat pembebasan. Seruan terpenting revolusi borjuis ialah kemerdekaan, kesetaraan, persaudaraan. Demi pembebasan manusia dari penindasan ini, sebagai kelas tertindas di dalam formasi sosial feodal, borjuasi berjuang penuh semangat memenggal semua kepala naga feodal dalam perang panjang mereka. Mereka tebas leher Louis XIV dan mendirikan parlemen; mereka runtuhkan kuasa Paus dan mencetak Alkitab untuk umat awam; mereka lepaskan uang dan pasar dari kerangkeng perupetian kuno dan membiakkan ekonomi pasar-bebas; mereka juga berhasil ciptakan ilmu dan teknologi modern yang mengubah pandangan tentang bumi dan menjadikannya salah satu tumpuan proyek industrialisasi. Dihapuslah segala mitos tentang omong-kosong indahnya hirarkhi dan sucinya bumi. Semua manusia setara di hadapan Kapitalisme, dan bumi bukanlah Bunda Agung atau ladang semaian kasih Tuhan tetapi sekadar sumberdaya yang harus dikeruk demi produksi kemakmuran. Pokoknya, Kapitalisme telah memberangus semua sumber derita dan cerita-cerita palsu yang pernah hidup di jaman sebelumnya... dan

kini kapitalisme sedang membunuh kita pelan-pelan.

Senin, 06 Juli 2009

In memoriam Samsir Mohamad

Seorang kawan tua baru saja mati. Delapanpuluh tiga tahun sudah dipinjamnya udara bumi. Sekarang tubuhnya siap dipersembahkan kepada bumi kembali. Mikroba akan bikin busuk dagingnya. Tanah akan urai susunan biokimianya. Masa akan lumat belulangnya. Tapi mereka tidak bisa meremukkan cita-citanya. Dia sudah lalui pertarungannya. Dia telah selesaikan tugasnya. Kita akan coba juga, sekarang. Ya, sekarang, di sini, di muka bumi ini.

Selasa, 02 Juni 2009

Kesaksian

Kira-kira waktu saya masih SMA saya dengar lagu ini. Judulnya kesaksian. Penyanyinya Kantata Takwa (Iwan Fals dkk.) Liriknya begini:

Aku mendengar suara
jerit mahluk terluka
luka luka, hidupnya luka

orang memanah rembulan
burung sirna sarangnya
sirna sirna, hidup redup
alam semesta luka

banyak orang hilang nafkahnya
aku bernyanyi menjadi saksi
banyak orang dirampas haknya
aku bernyanyi menjadi saksi

mereka dihinakan tanpa daya
ya, tanpa daya
terbiasa hidup sangsi

orang-orang harus dibangunkan
aku bernyanyi menjadi saksi
kenyataan harus dikabarkan
aku bernyanyi menjadi saksi

lagu ini jeritan jiwa
hidup bersama harus dijaga
lagu ini harapan sukma
hidup yang layak harus dibela

orang-orang harus dibangunkan
aku bernyanyi menjadi saksi
kenyataan harus dikabarkan
aku bernyanyi menjadi saksi

Karena saya tidak bisa menyanyi, saya akan coba bersaksi dengan cara lain. Insya allah.

Senin, 18 Mei 2009

Mengapa sosialis, mas?

Pada suatu ketika, seorang kawan berkunjung. Ketika melihat lukisan baru yang saya pajang di kamar kos, dia bertanya: Siapa itu?. Rosa Luxemburg, jawab saya. Rosa itu siapa?, tanyanya lagi. Sosialis Jerman, jawab saya datar. Kenapa sosialis?, tanyanya lagi sambil bolak-balik menatap lukisan itu dan saya yang sedang mengetik.

[Apanya yang kenapa?, pikir saya jengkel. Sosialis ya sosialis.]

Apanya yang kenapa?, tanya saya dengan nada biasa-biasa saja. Kenapa kamu pasang lukisan sosialis?, tanyanya. Karena aku pengen kapitalisme diganti sosialisme dan saya butuh penyemangat, jawab saya ringkas. Kenapa begitu?, tanyanya lagi sambil mengambil duduk di samping kanan saya. Karena kapitalisme tidak betul, jawab saya. Kok bisa? desaknya. Apa salahnya kapitalisme? Bukahkah ia begitu baik? Bikin barang-barang murah. Bikin semua orang bisa naek pesawat! [Dan juga kecelakaan pesawat, hutan gundul, limbah, polusi, kampung kumuh, gembel, dsb-dsb, pikir saya sambil coba menenangkan diri]

Saya coba cari cerita lain untuk mengalihkan topik pembicaraan.
Tidak ada lagi pembicaraan selama beberapa saat.

Keheningan didobrak oleh pertanyaan barunya yang diutarakan dengan suara lemah-lembut. Kamu punya duit nggak?, tanyanya dengan wajah memelas. Punya beberapa lembar. Kenapa memangnya?, tanya saya. Aku perlu duit buat bayar kos. Kalo nggak dibayar minggu ini aku diusir, katanya pilu. Aku sudah malu pinjam-pinjam terus sama orang, desahnya.

Aku bukan bank. Bukan juga badan amil zakat, kata saya padanya. Tapi aku bisa bantu kamu sedikit.
Bagaimana kalo kamu buat makalah tentang administrasi publik. Itu kan bidangmu waktu kuliah S1 dulu. Kupinjamkan laptopku, kusiapkan buku-buku yang diperlukan, dan aku nanti kasih kamu 25 ribu rupiah per judul. Tenggatnya bulan depan. Bagaimana?

Boleh tuh. Tapi topiknya apa aja?, tanyanya tertarik. Kuberikan daftarnya. Ada 10. Artinya kamu akan dapat 250 ribu kelak, kataku merayunya. Wah, banyak bener, buat apa sih?, tanya dia. Pokoknya, kamu mau nggak? desakku. Mau-mau, katanya girang. Tapi kalo sudah jadi, buat apa makalah-makalah itu?, tanyanya penasaran. Aku akan kirim ke beberapa pejabat yang lagi sekolah pasca dan aku akan mendapatkan 250 ribu per judulnya. Wah, itu nggak adil! serunya. Masak aku yang bikin cuma dapet 25 ribu per judul sih!, serunya tambah kencang. Di mana letak ketidakadilannya?, tanyaku. Aku yang punya info pasarnya, kupinjamkan laptopku kepadamu, kusediakan buku-bukunya, kubebaskan kamu dari ngeprint, dsb, dsb... karena semua itulah aku punya hak atas 225 ribu per makalah!, seruku membalas serunya. Tapi... tapi aku yang mikir, aku nyusun makalah, dan aku pula yang mengetiknya..., katanya melambat. Silahkah kau mikir, kau susun, dan kau ketik pikiranmu di atas daun pisang, dan kau tidak akan dapat sepeserpun. Tanpa uang sepeser pun, kau akan jadi gelandangan, tau!

Seperti dalam film-film drama, jeda setelah tanda seru terakhir menghasilkan hening.
Itulah kapitalisme, ujar saya datar sambil terus mengetik cerita ini.

Rabu, 13 Mei 2009

Apa?

Apa yang bisa dilakukan orang-orang takut mati yang panik?

1) Pura-pura percaya Tuhan, berdoa, lalu menunggu biar Tuhan urus semua persoalan.
2) Pura-pura tidak percaya Tuhan, mabuk wiski buatan Texas, lalu biarkan romantisme abad ke-18 bekerja lewat perusakan otak dan berpikir tidak ada masalah!
3) Pura-pura percaya Tuhan, memilih calon presiden yang wapresnya seorang murid Friedman, lalu menunggu biar Tuhan urus persoalan selebihnya.

Selasa, 28 April 2009

Quis

Siapa sih yang butuh tenaga kerja untuk dieksploitasi? Siapa yang harus bayar sekolah supaya kelak bisa dieksploitasi?
a. kelas pekerja
b. kelas kapitalis
c. preman
d. ustad

kirim jawabannya ke alamat ini paling lambat sebelum kiamat 2012 tiba.

Senin, 27 April 2009

Kiamat

Apabila kiamat 2012 tidak jadi, bagaimana kalo kita bikin?

Senin, 06 April 2009

Politisi

Politisi itu ibarat popok yang harus sesering mungkin diganti dengan alasan yang sama dengan popok.
[Tom Dobbs, film Man of the Year]

Atau seperti usus buntu warisan evolusi kita ketika masih Homo Habilis, yang hingga sekarang diketahui tidak punya manfaat apa-apa buat tubuh.

Rabu, 01 April 2009

George Soros dan Ponirin

Mengapa George Soros lebih mulia daripada Ponirin? Sebab Soros menulis buku, bikin universitas, dan ngasih beasiswa. Dengan kekayaan dari perjudian raksasa yang bikin Ponirin miskin tetap miskin, George Soros mesam-mesem di Internet berperan jadi nabi. George Soros tidak pernah menghasilkan apapun selain kekayaan bagi dirinya sendiri lewat rumus mistik M-M+; itulah sebab dia mulia. Dunia sudah sesinting umat Nabi Hud yang menumpuk kekayaan tanpa membuat apapun yang berguna bagi orang lain. Dengan bikin buku, universitas, dan beasiswa, dia seolah-olah lebih mulia daripada Ponirin yang mencangkul sepetak lahan singkongnya di Gunung Kidul.

Senin, 30 Maret 2009

!!!

Proletariat sedunia, menangislah! Restorasi kelas kapitalis sedang berlangsung. Bersatu atau tidak, kalian akan tetap kalah, karena tuhan berpihak kepada yang serakah!

Kamis, 12 Februari 2009

Bangkai

Semua hidupan pasti bakal mati dan menjadi bangkai. Semua bangkai itu busuk baunya. Biar bangkai bajingan, santo, jembel, borjuis, anarkis, atau mujahid, tetap saja bau. Setelah beberapa hari, ia bisa berguna jadi makanan lalat, cacing, dan menyuburkan tanah. Itulah hukum biokimia.

Apa yang bikin beda seseorang dengan orang lain bukanlah apa yang terjadi setelah kematiannya. Apa yang bikin beda ialah yang sudah dilakukannya ketika belum menjadi bangkai.

Rabu, 04 Februari 2009

Terima Kasih Pak Mario

Pengendalian dan rekayasa keinginan. Kapitalisme menggiring manusia ibarat gembala menggiring domba-domba patuhnya ke dalam kerangkeng. Di dalamnya dimensi-dimensi manusia yang beraneka itu dipangkas cuma tinggal satu: sebagai komoditi belaka. Manusia dipandang sebagai benda. Akhirnya manusia juga ikut memandang dirinya (tanpa disadarinya) tak lebih dari sekadar benda. ‘Individu-individu bebas’ ditempatkan oleh dan menempatkan dirinya sebagai sekrup mesin raksasa sirkulasi penimbunan kekayaan demi kekayaan itu sendiri. Di dalam keadaan seperti ini, akhirnya, mengambil perumpamaan Theodore Adorno, manusia di bawah rezim kebudayaan Kapitalis berperilaku “... seperti narapidana yang mencintai kerangkengnya karena tidak ada hal lagi yang bisa dicintai”.

Di dalam Kapitalisme, seperti dalam agama-agama lainnya, keluar jalur berarti murtad dan hukumnya jelas: pembasmian. Tidak ada sekam menyala sepercikpun yang bisa menerangi kegelapan dalam kebudayaan kapitalis. Semua bara telah dipadamkan. Semua pintu telah terkunci. Kita yang berada di dalamnya haruslah terbiasa dengan dan mencintai kegelapan. Ideal revolusi proletariat yang pernah menjadi bara pembakar kini telah padam. Ia telah menjadi sejarah abad ke-20; sudah menjadi dongeng sebelum tidur yang hanya cocok untuk meredakan lelah setelah sepanjang hari menjadi sekrup mesin Kapitalisme. Walter Benjamin pernah bilang bahwa kapitalisme sudah berhasil membasmi kemanusiaan dengan cukup baik sehingga “dapatlah dimengerti kalau manusia menjadi lelah dan mencabut nyawanya sendiri”.

Di tengah terpaan badai ketololan yang rasional dari ibadah M-C-M++, mereka serahkan satu-satunya jiwa kepada monster lain yang biasa disebut agama dan perusahaan motivasi. Seperti semua hal yang menyerap banyak konsumen, kapitalisme memperkembangkan manajemen pemasaran yang, alhamdulillah, kian baik untuk komoditi ini. Terima kasih Pak Mario.

Rabu, 28 Januari 2009

Aku, Neturei Karta

Aku tahu ada banyak salah paham di Indonesia tentang kami, umat Yahudi. Betapa kesalahpahaman itu berangkat dari ketidakpedualian yang mendekati kebodohan, patut disayangkan. Mereka pikir bahwa di dalam praktiknya Islam itu satu adanya. Secara normatif (jangan-jangan istilah normatif di sini juga tidak mereka pahami), Islam itu tunggal; Islam adalah kebenaran satu-satunya. Tapi setahuku ragam praktik dan kepercayaan yang menamakan diri dan dinamakan oleh orang lain sebagai Islam itu banyak. Bahkan di Indonesia sendiri. Nah, begitu pula keadaannya dengan kami. Secara normatif Yudaisme itu satu adanya. Namun di dalam kehidupan manusiawi ada banyak praktik dan keyakinan yang berbeda-beda tentang banyak hal.

Secara garis besar seorang Yahudi itu bisa digolongkan ke dalam dua baris, yaitu Yahudi Rabbaniyyah (Rabbinite) dan Yahudi Karaiyyah (Karaite). Rabbaiyyah mempercayai keberadaan selapis umat yang berwenang memimpin, yaitu para rabi atau guru-guru yang kedudukannya setara dengan kedudukan pendeta atau pastur dalam agama Nasrani. Sedangkan golongan Karaiyyah menolak keberadaan rabi sebagai lembaga keagamaan. Golongan Rabbaiyyah juga tidak hanya mengakui Alkitab dengan Torah sebagai intinya, tetapi juga menerima Talmud (Kitab Tafsir Alkitab) yang disusun dari berbagai tafsir atas ayat-ayat hukum dan akidah sepanjang tahun 500 SM hingga 200 SM sebagai kitab suci sumber hukum baku. Sementara itu golongan Karaiyyah hanya mengakui Alkitab.

Di dalam barisan Rabbaiyyah ada banyak lagi kelompok-kelompok kepercayaan berdasarkan sikapnya terhadap tradisi keagamaan. Gampangnya barisan Rabbaiyyah terpilah-pilah menjadi Ortodoks, Konservatif, Reformasi, dan Liberal. Pemilahan ini hanya secara kasar saja. Ada banyak lagi kriteria pemilahan yang juga mencakup sikap politik dan kultural terhadap banyak hal.

Aku dan golonganku biasanya digolongkan ke dalam barisan “Yahudi Ortodoks” yang mencakup juga apa yang dikatakan para sosiolog agama sebagai golongan “ultra-ortodoks”. Pada prinsipnya kami percaya bahwa sumber hukum agama adalah Torah, Talmud, dan tradisi keagamaan Rabi. Terkait dengan Zionisme, yang secara keliru dianggap sebagai aliran Yudaisme, kami menolaknya. Sebabnya Zionisme tidak sejalan dengan pemahaman kami atas Alkitab dan tradisi Yudaisme.

Dalam hal keberadaan Negara Israel, kami menolak mentah-mentah. Bagi kami hanya Mosiach (Juru Selamat yang diurapi Tuhan) yang boleh mendirikan Negara Israel bagi bangsa dan umat Yahudi. Selama masih ada bangsa Yahudi yang tinggal di luar Kanaan, maka Negara Israel tidak boleh didirikan. Apalagi oleh orang-orang berpandangan sekuler seperti Ben Guiron dan kawan-kawannya itu. Selama bangsa Yahudi berada dalam diaspora, maka mereka harus tunduk kepada pemerintah setempat, tentu saja selama pemerintah tidak menghalangi kami untuk beribadat kepada Tuhan.

Jadi alasan kami menolak Negara Israel sangat teologis sifatnya. Negara Israel tidak sah karena tidak didirikan oleh Juru Selamat kami. Negara Israel yang berdiri sekarang di tanah Palestina juga dilandasi ideologi Zionisme yang kami tolak sepenuh hati sebab tidak hanya karena didirikan oleh seorang Theodore Hertz yang anti-Yudaisme, tetapi juga karena ideologi ini melanggar hukum dan tradisi Yahudi. Mereka juga menolak Yahudi Sephardik (saudara-saudara kita dari dunia timur) sebagai Yahudi.

Saya tidak bisa bicara banyak. Di sini saya hanya ingin menegaskan bahwa umat Yahudi itu beraneka, termasuk juga golongan yang menolak Negara Israel dan Zionismenya. Anda bisa memperoleh keterangan tentang kami di www.nkusa.org

Selasa, 20 Januari 2009

Oh Palestina lagi

Hai, anak-anak Palestina, sial betul nasibmu. Kalian hidup di antara dua pion haus darah. Di kananmu Hamas; di kirimu Israel. Kalian tidak akan paham: Apa maksud Hamas sok jagoan menembakkan rudal ke perkampungan Yahudi Israel? Apa maksud Israel membantai sesiapa saja yang bisa dibantai? Apa maksud Hamas tidak pakai seragam dan menyatukan diri mereka dengan penduduk biasa? Apa maksud Israel mengebomi rumah sakit? Semua pertanyaan ini pasti tidak bakal bisa kalian tahu jawabnya.

Hai, anak-anak Palestina, sungguh malang nasib kalian. Krisis kapitalisme selalu perlu wilayah investasi baru.Ketika minyak, perumahan, dan keuangan sudah jenuh, industri persenjataan adalah yang selalu berulang kali jadi primadona. Sementara itu, laba hanya tampil ketika komoditi dikonsumsi. Bagaimana mengkonsumsi komoditi persenjataan? Pertanyaan inipun tidak akan sanggup kalian jawab.

Ayolah jangan tertipu. Perang-perang kecil seperti ini semacam test-drive untuk komoditi perang. Tidak ada hubungannya dengan kebencian agama. Agama cuma selubung dan bekal imajinasi dalam konsumsi senjata. Karena tanpa itu tidak akan ada konsumsi perang. Sudah jadi hukum kapital bahwa tanpa konsumsi, nilai-lebih yang selama produksi dihisap tidak akan muncul sebagai laba.

Ayolah sadar. Ketika semua bidang produksi lesu; semua sektor konsumsi melemah, maka perang adalah konsumsi mewah yang bisa menaikkan kembali gairah kapital dunia. Kalian pikir senjata-senjata Hamas itu turun dari langit? Apa kalian pikir mesin-mesin perang Israel itu kiriman Herodes yang makamnya baru ditemukan itu? Tidak, kawan. Mesin-mesin pembunuh itu dihasilkan pabrik, dan pabrik-pabrik itu adalah lahan kapitalisasi triliuan dolar.

Orang-orang kabinet Israel akan bilang—seperti juga yang pernah dibilang Imam Samudra dan Ali Imaron—bahwa korban anak-anak, perempuan, dan lansia yang seribuan itu sekadar colateral damage, korban sampingan belaka. Logika pertahanan diri—logika serupa yang dipakai Usamah bin Ladin waktu meruntuhkan Menara Kembar Wallstreet—pasti menjadi alasan Israel dalam pesta pembantaian itu.

Pion-pion sedang bergerak dan kita hanya memperhatikan mereka. Di balik itu, kapitalisme brutal tetap melenggang tanpa gugatan yang berarti, kecuali dari para marxis kelas teri yang ketinggalan jaman itu.


NB
Ayo berdoa sampai kalian tidak bisa kentut! Mudah-mudahan Tuhan belum terlalu tua untuk mendengarnya.

Rabu, 14 Januari 2009

Oh, Palestina

Saat manusia bisu, senjata menggantikan kata-kata. Ratusan orang Palestina mati. Beberapa orang Israel mati. Pemerintahan semoderat Kadima bisa bikin ulah sebrutal orang-orang Likud. Apa sebab? Politik. Yeaah, bisa saja kita bilang begitu. Tapi yang kutahu, Hamas juga tidak sesuci yang dibayangkan. Seperti juga politikus manapun di dunia ini.

Entah adil atau tidak untuk mendukung salah satu pihak yang sama-sama tolol itu. Yang aku tahu, rakyat Palestina hancur berantakan dan tuhan sama sekali tidak penting di sana. Buat bangsa Palestina, ini semua bukan azab, cobaan, atau ujian. Buat Israel ini bukan karunia Tuhan. Semua bisa seperti ini karena persenjataan dan intelejen Israel lebih baik. Lobi dan bukan doa mereka yang kuat. Sementara itu apa yang bisa kalian kerjakan? Untuk menggerakkan simpati orang-orang Wahabi di istana Saud saja kalian tidak becus. Atau apakah karena dalam Wahabiyah kepentingan Amerika setara dengan ijma’? Buat kawan-kawan muslim, kenapa pura-pura tidak tahu jalan ke kedutaan Saudi Arabia? Mereka lebih punya uang buat ngasih bantuan ke Palestina. Daripada demo di Mc Donald, lebih baik suruh habib-habib berhati mulia itu melobi istana Saudi buat nutup perusahaan minyak Amerika atau minimal menyetop bantuan tahunan Amerika ke Israel! Kalau mereka sanggup, saya akan traktir semua orang yang pernah demo anti-Israel makan di warteg sepuasnya selama sebulan penuh.

Berita terbaru: Venezuela mengutuk Israel. Beranikah orang-orang Wahabi di Istana Saud bertindak sama? Paling-paling mereka cuma bisa bilang: "Semua kejadian ini sudah ada yang menentukan, kita serahkan kepada Yang di Atas; pasti ada hikmahnya". Dan terdengarlah sebaris pendek ujaran berbau Inggris: catshit!

Rabu, 07 Januari 2009

Hikmah Sebuah Buku

Beberapa waktu lalu saya pinjam sebuah buku dari teman, judulnya Is Religion Dangerous? Dalam hati yang busuk ini, saya menjawab sinis: tentu saja. Prasangka buruk kepada agama sudah melekat begitu rupa dihati saya bagai panu yang sudah bertahun-tahun mangkal dekat siku. Penulisnya, Keith Ward, seorang teolog saleh yang berupaya sekuat tenaga menjadi ilmuwan. Kata pemilik buku, buku ini memberi imbangan pandangan terhadap agama. Agama itu ada sisi buruknya, tapi pada dasarnya sisi baiklah yang dominan. Agama itu penting sebagai sumber nilai-nilai hidup bagi mereka yang belum bisa menjadi individu. Agama merupakan penuntun batin manusia agar kembali ke jalan yang benar sebagai manusia. Katanya, tanpa agama dunia yang brutal akan lebih brutal lagi.

Cukup terharu juga saya membacanya. Penulisnya berupaya meyakinkan bahwa kita musti mencoba sudut pandang lain melihat agama. Segala tuduhan yang selama ini dialamatkan kepada agama sebagai pengobar perang dan mesin penindasan tidak harus disangkal, namun agar seimbang, kita juga harus mengangkat nilai-nilai keagamaan yang telah membantu manusia melalui masa-masa sulit di tengah sejarah dunia yang hampir tanpa hati ini.

Semakin dalam pembacaan saya, kian tergali hikmah-hikmah yang belum pernah mampir sebelumnya. Hati ini terhenyak dan terus bergetar karena deru keindahan argumentasinya. Akhirnya, setelah halaman terakhir disudahi, saya mengambil lembar kesimpulan terakhir di bawah peti hati dan membaca kalimat ilham yang berkelebat bagai suara Jibril: agama tidak sebegitu penting seperti yang coba diyakinkan buku ini. Dunia tidak akan lebih ramah bagi yang lemah ketika agama meraja. Agama itu ibarat kegelapan yang membuat akar randu tampak seperti ular. Agama juga ibarat mimpi indah saat ketiduran di stasiun kereta yang membuat saya merasa playboy padahal jomlo.

Terima kasih atas karuniamu yang memberiku kekuatan untuk tidak mempercayai keberadaanmu beserta nilai-nilai hidup yang katanya datang darimu.

N.B. Berbilah-bilah buku sok ilmiah dengan logika yang persis kepunyaan pedagang sendal dari Garut dan sudah kukenal sejak belasan tahun lalu tidak akan memotong apapun di sini. Maaf.

Minggu, 04 Januari 2009

Aku Marah Nih!

Segerombol serigala coklat membantai penduduk desa di Bengkalis Riau. Serigala-serigala haus darah itu dilepas dari kandang-kadang busuk mereka. Penduduk desa dipentungi bagai anjing kudisan yang masuk restoran, digebuki layaknya kasur kapuk berkutu, disemprot kanon air ibarat karpet bertai kucing, dan dibakar layaknya sampah!!!

Hei serigala coklat! Sepertinya luka, darah, dan kematian petani-petani lemah itu lirik lagu Peter Pan bagi kalian. Rupanya pelatihan, dana, dan senjata hasil hutang dari tuan-tuan pirang dan dari pajak rakyat itu kalian pakai buat mencincang rakyat sendiri; rakyat yang tidak pernah mengemis di depan rumah kalian; rakyat yang mencangkul sendiri ladangnya untuk ngasih makan anak-anak mereka!

Hei serigala ber-IQ di bawah 110! Kelakuan kalian persis prajurit KNIL terhadap kaum inlander. Kalian abdikan umur yang tidak seberapa lama itu hanya untuk menjilati bokong pemilik modal! Lihat saja di cermin, lidah kalian sudah hitam saking seringnya menjilat pantat setan!

Aku marah nih! Aku marah bukan cuma kepada kalian. Aku marah kepada diriku sendiri juga, sebab aku tidak bisa menghilang. Bila aku sanggup tak terlihat, akan kudatangi kalian dan kucincang kalian. Akan kujadikan daging kornet atau sosis yang lebih bermanfaat meningkatkan derajat gizi rakyat miskin. Akan kukirim sebagian daging kalian ke kebun-kebun binatang yang ada di Jawa supaya menjadi makanan singa atau buaya! Itu lebih berharga ketimbang kalian masih hidup dan membabi buta membunuhi rakyat sendiri.

Aku marah! Karena cuma bisa nulis di blog sialan ini! Kawan-kawanku yang wartawan bilang tidak ada berita tentang pembantaian yang dipentaskan 18 Desember kemarin. Sungguh hebat. Roh su’udzonku bilang media massa itu seperti tai kucing bagi petani: sama sekali tidak berguna untuk pupuk! Media massa bisanya beritakan Ariel yang mau kawin lagi atau heboh beritakan selingkuhnya artis-artis tai kucing itu.

Aku paham. Tentu saja kalian cuma onggokan daging dengan tatanan tulang-belulang yang harus bertahan hidup dari hari ke hari sambil pura-pura tidak mendengar rakyat kalian dibantai satu per satu dari hari ke hari demi menyuapi mulut serakah kapitalis! Kalian punya bos yang akan pecat kalian bila kalian ngeyel. Aku paham. Aku paham karena kita ada di dalam kelas yang sama: kita sama-sama pekerja yang mengandalkan upah untuk makan, membeli susu buat bayi-bayi kita, dan membeli sepotong BH baru buat ibunya. Aku paham. Kalian tidak perlu risau bila tidak memberitakan pembantaian rakyat demi kebun sawit.

Buat mereka yang terampil berdoa sambil menangis, aku cuma bisa berharap kalian tidak hanya suka berdoa di masjid-masjid mewah bersama ibu-ibu pejabat yang wangi-wangi itu. Pernahkah kalian tangisi pedihnya digusur dari ladang demi memenuhi kerakusan tuan-tuan? Pernahkah kalian tersedu saksikan rakyat miskin di negeri kalian sobek kepalanya dipentungi hanya karena kebun-kebun sawit akan dibangun di atas ladang-ladang mereka? Aku yang tidak punya sepeda ini yakin mengatakan: TIDAK! Kalian makhluk bebal sejenis bagal. Yang kalian pikirkan hanya pergi ke surga sendirian! Tidak. Tidak ada surga buat kalian. Surga hanya ada untuk mereka yang tertindas! Surga hanya buat mereka yang menyembah tuhan dengan mencangkul ladang,bagi mereka yang cucurkan keringat untuk hidupi keluarga, dan bagi mereka yang bertarung melawan setan-setan rakus penghisap darah pekerja. Kalian hanya gumpalan daging busuk pemalas yang tidak menghasilkan apapun selain omong-kosong buat orang-orang pemalas. Seandainya aku nenek sihir, akan kukutuk kalian menjadi kodok dan kudoakan semoga roda pedati menggilas kalian!