Aku tahu ada banyak salah paham di Indonesia tentang kami, umat Yahudi. Betapa kesalahpahaman itu berangkat dari ketidakpedualian yang mendekati kebodohan, patut disayangkan. Mereka pikir bahwa di dalam praktiknya Islam itu satu adanya. Secara normatif (jangan-jangan istilah normatif di sini juga tidak mereka pahami), Islam itu tunggal; Islam adalah kebenaran satu-satunya. Tapi setahuku ragam praktik dan kepercayaan yang menamakan diri dan dinamakan oleh orang lain sebagai Islam itu banyak. Bahkan di Indonesia sendiri. Nah, begitu pula keadaannya dengan kami. Secara normatif Yudaisme itu satu adanya. Namun di dalam kehidupan manusiawi ada banyak praktik dan keyakinan yang berbeda-beda tentang banyak hal.
Secara garis besar seorang Yahudi itu bisa digolongkan ke dalam dua baris, yaitu Yahudi Rabbaniyyah (Rabbinite) dan Yahudi Karaiyyah (Karaite). Rabbaiyyah mempercayai keberadaan selapis umat yang berwenang memimpin, yaitu para rabi atau guru-guru yang kedudukannya setara dengan kedudukan pendeta atau pastur dalam agama Nasrani. Sedangkan golongan Karaiyyah menolak keberadaan rabi sebagai lembaga keagamaan. Golongan Rabbaiyyah juga tidak hanya mengakui Alkitab dengan Torah sebagai intinya, tetapi juga menerima Talmud (Kitab Tafsir Alkitab) yang disusun dari berbagai tafsir atas ayat-ayat hukum dan akidah sepanjang tahun 500 SM hingga 200 SM sebagai kitab suci sumber hukum baku. Sementara itu golongan Karaiyyah hanya mengakui Alkitab.
Di dalam barisan Rabbaiyyah ada banyak lagi kelompok-kelompok kepercayaan berdasarkan sikapnya terhadap tradisi keagamaan. Gampangnya barisan Rabbaiyyah terpilah-pilah menjadi Ortodoks, Konservatif, Reformasi, dan Liberal. Pemilahan ini hanya secara kasar saja. Ada banyak lagi kriteria pemilahan yang juga mencakup sikap politik dan kultural terhadap banyak hal.
Aku dan golonganku biasanya digolongkan ke dalam barisan “Yahudi Ortodoks” yang mencakup juga apa yang dikatakan para sosiolog agama sebagai golongan “ultra-ortodoks”. Pada prinsipnya kami percaya bahwa sumber hukum agama adalah Torah, Talmud, dan tradisi keagamaan Rabi. Terkait dengan Zionisme, yang secara keliru dianggap sebagai aliran Yudaisme, kami menolaknya. Sebabnya Zionisme tidak sejalan dengan pemahaman kami atas Alkitab dan tradisi Yudaisme.
Dalam hal keberadaan Negara Israel, kami menolak mentah-mentah. Bagi kami hanya Mosiach (Juru Selamat yang diurapi Tuhan) yang boleh mendirikan Negara Israel bagi bangsa dan umat Yahudi. Selama masih ada bangsa Yahudi yang tinggal di luar Kanaan, maka Negara Israel tidak boleh didirikan. Apalagi oleh orang-orang berpandangan sekuler seperti Ben Guiron dan kawan-kawannya itu. Selama bangsa Yahudi berada dalam diaspora, maka mereka harus tunduk kepada pemerintah setempat, tentu saja selama pemerintah tidak menghalangi kami untuk beribadat kepada Tuhan.
Jadi alasan kami menolak Negara Israel sangat teologis sifatnya. Negara Israel tidak sah karena tidak didirikan oleh Juru Selamat kami. Negara Israel yang berdiri sekarang di tanah Palestina juga dilandasi ideologi Zionisme yang kami tolak sepenuh hati sebab tidak hanya karena didirikan oleh seorang Theodore Hertz yang anti-Yudaisme, tetapi juga karena ideologi ini melanggar hukum dan tradisi Yahudi. Mereka juga menolak Yahudi Sephardik (saudara-saudara kita dari dunia timur) sebagai Yahudi.
Saya tidak bisa bicara banyak. Di sini saya hanya ingin menegaskan bahwa umat Yahudi itu beraneka, termasuk juga golongan yang menolak Negara Israel dan Zionismenya. Anda bisa memperoleh keterangan tentang kami di www.nkusa.org
Rabu, 28 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar