Selasa, 02 September 2008

Kata Amartya Sen

Amartya Sen, ekonom India penerima Nobel pernah diwawancara oleh Pranab Bardhan, profesor ekonomi keturunan India di University of California at Berkeley. Dalam salah satu bagian yang membincangkan soal identitas ke-India-an dan bahaya chauvinisme Hindu kontemporer, Amartya Sen menyatakan:

“Dalam banyak hal orang-orang telah terbiasa dengan gagasan bahwa India itu spiritual dan berorientasi keagamaan. Hal itu mengantar pada tafsir religius tentang India meski kenyataannya bahwa Sansekerta memuat kepustakaan ateistik lebih banyak daripada yang ada dalam bahasa klasik yang lainnya. Bahkan dalam tradisi Hindu ada banyak orang yang ateis. Madhava Acharya, seorang filsuf abad ke-14, menulisnya dalam buku besarnya, Sarvadarshanasamgraha, yang mendiskusikan semua aliran pemikiran religius dalam tatanan Hindu. Bab pertamanya ialah [tentang ajaran] ‘Ateisme’” (California Magazine, vol. 117, no. 4, July-Agustus 2006).

Buat saya pernyataan Amartya Sen cukup mengejutkan. Saya kenal India itu negerinya para Yogi dan pertapa yang betah berhari-hari samadi tanpa makan-minum. Dewa-dewi jadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan rakyatnya. Sepintas India tampak sepenuhnya spiritual atau paling tidak aroma spiritualitas seperti kari yang mengisi menu makanan tradisionalnya. Nyatanya, India menyimpan berlembar-lembar sejarah pemikiran ateistik dan materialisitik jauh sebelum Inggris menjajah mereka dan memperkenalkan pemikiran Eropa. Ateisme dan materialisme tumbuh dari akar peradaban India sendiri. Malah, keberadaan para pemikir ateis-materialistik India lebih dahulu daripada sejawatnya di Yunani dan Cina Kuno.

Kata para ahli, di dalam Rg Veda, kumpulan kidung-kidung Veda tertua, misalnya, pemikiran ateistik dan materialistik sudah menelusup ke dalam alam pikiran India. Corak pemikiran materialistik juga terekam dalam Satapatha Brahmana yang di situ seorang bijak pernah menyatakan bahwa: “asal-mula segala permulaan adalah air”.

Dalam Brhadaranyaka Upanishad ada pertanyaan seperti: “Ketika yang fana mati, dari akar apa dia bisa tumbuh kembali?” Pertanyaan serupa juga muncul dalam Mahabharata: “Jika akar sebuah pohon yang dicabut saja tidak tumbuh lagi meskipun benihnya berkecambah, di mana orang yang telah mati kembali lagi?” Ayat lain dari Brhadaranyaka menyatakan bahwa ketika seseorang mati, maka ia akan terurai menjadi unsur-unsur pembentuknya sehingga setelah mati tidak ada kesadaran lagi. Dalam Katha Upanishad juga dikisahkan ada sekelompok pertapa yang mengajarkan ‘inilah dunia dan tak ada yang lain’ dan mereka menolak pandangan bahwa ada yang bertahan setelah kematian.

Rabu, 20 Agustus 2008

Javali

Salah satu epos besar bangsa India, Ramayana dalam bagian Ayodhya Khanda mengisahkan tentang seorang bijak bernama Javali yang punya hubungan dengan istana raja Dasaratha, ayahanda Rama. Javali ialah guru bagi Rama dan saudaranya. Javali mengajarkan soal ateisme juga. Misalnya, Javali pernah mengajarkan “O Rama, bijaksanalah, tiada dunia-lain selain dunia ini, itu jelas! Nikmati yang hadir sekarang dan buang yang membuat tak nyaman...”.

Javali juga mengajarkan bahwa perintah menyembah dewa-dewa, mempersembahkan kurban-kurban bakaran, dan hukuman ilahiah telah dimasukkan ke dalam kitab suci oleh orang cerdik untuk mengatur dan memperoleh manfaat dari orang lain. Javali tidak hanya tidak memperlakukan Shri Rama sebagai dewa, dia juga menyebut beberapa tindakannya sebagai bodoh. Dalam bagian Vana-Parva dari Mahabharata juga sangat jelas bahwa Draupadi, ayahnya, dan saudara-saudaranya yang tinggal di hutan pernah diajari oleh seorang pertapa yang adalah ateis.

Minggu, 17 Agustus 2008

Shri Goparaju Ramachandra Rao

Di sebuah kota kecil India bernama Vijayawada ada sebuah lembaga yang keberadaannya lebih tua daripada Republik Federasi India. Lembaga itu bernama Atheist Centre. Pendirinya ialah Shri Goparaju Ramachandra Rao atau yang biasa dipanggil Gora. Gora mendirikan lembaga tersebut bersama-sama istrinya Sarasvati dan beberapa kawan seperjuangan.

Gora adalah salah seorang kawan dekat Mahatma Gandhi. Seperti juga Gandhi, Gora dikenal sebagai pejuang kemerdekaan India yang mengutamakan kemandirian ekonomi dan perlawanan tanpa kekerasan bangsa India sebagai jalan kemerdekaan sekaligus berupaya memperbaiki kedudukan sosial lapisan kasta sudra dan paria yang disebut harijan (anak-anak Tuhan) oleh Gandhi.

Pada tahun 1944 Atheist Centre didirikan. Pusat kegiatannya ialah menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan gratis serta layanan bantuan keuangan bagi kaum miskin yang berusaha. Selain itu, Atheist Centre juga mendirikan pusat kampanye bahayanya segala jenis tahayul, termasuk kepercayaan kepada dewa-dewa. Lembaga ini menyediakan layanan konsultasi pemberantasan tahayul. Sekarang, Atheist Centre dipimpin putra Gora yang juga seorang ateis masyur baik di India maupun di kalangan ateis/humanis dunia, Lavanam.

Rabu, 13 Agustus 2008

Periyar

Di salah satu bagian Kota Madras, ibukota negara bagian Tamil Nadu di India selatan, ada sebuah patung sosok salah seorang pemimpin bangsa Tamil. Di bawah sosok itu terpahat tatahan kata-kata sebagai berikut: “Tidak ada Tuhan, tidak ada Tuhan, tidak ada Tuhan sama sekali. Dia yang menemukan Tuhan, seorang bodoh. Dia yang menyebarkan (gagasan tentang) Tuhan, seorang bajingan. Dia yang menyembah Tuhan, seorang biadab”. Nama orang yang di sosok patungnya tertulis kata-kata tersebut ialah Periyar.

Periyar menggelorakan semangat kaum miskin untuk tidak tunduk kepada para pendeta yang secara tradisional merupakan kasta tertinggi masyarakat India. Periyar menyerang secara langsung dengan kata-kata sistem kasta dan dominasi kaum pendeta. Mitos-mitos Hindu, upacara-upacara, serta segala tahayul, termasuk aneka ragam konsepsi Tuhan yang menjadi landasan segala tahayul, digugatnya karena dianggap sebagai parasit yang menggerogoti mental bangsa Tamil untuk menjadi budak selama dalam sistem sosial kebudayaan Arya.

Di akhir dasawarsa 1990-an ada sekitar 500 sampai 600 buah patung serupa di seantero Tamil Nadu. Siapa sosok yang di bawah patungnya tertulis kalimat-kalimat ateistik tersebut? Ialah Periyar (1879-1973), salah seorang pejuang kebebasan bangsa Tamil. Dia mendirikan Self-Respect Dravidar Kazhagam pada 1929. Sejak itu, Self-Respect menjadi salah satu organisasi ateis yang berwibawa di India.

Sejak 1977, gerakan Self-Respect dipimpin K. Veeramani, seorang ateis masyur yang juga dihormati para pemimpina India. Pada pertengahan 1990-an gerakan ini sudah mendukung sekitar 30 lembaga di tiga kota, yakni Madras, Tiruchirappalli, dan Thanjavur. Lembaga-lembaga dirian Self-Respect ini menyediakan layanan panti asuhan anak-anak miskin, sekolah dan pelatihan beragam keterampilan untuk jembel dan anak-anak para buruh miskin, biro perkawinan, pusat layanan kesehatan rakyat, layanan bantuan hukum, pusat penyelidikan kanker, dan sebagainya. Semua layanan untuk kaum miskin tersebut cuma-cuma bisa didapat. Pada akhir 1990-an anggota pergerakan Self-Respect Dravidar Khazagam sendiri lebih dari 100.000 orang. Sekitar 1000 anggotanya pada 10 Januari melakukan demonstrasi menelusuri jalan-jalan Kota Madras sambil berteriak-teriak: “tiada Tuhan, tiada Tuhan!”.

Minggu, 10 Agustus 2008

Ketika Cinta Tiba Hari Selasa

Matahari baru beranjak pulang
ekornya menyapu kota hingga jingga.
Dua derajat lagi dia tenggelam
bawa cerita purba tentang dunia.

Rintik gelap luruh dari langit
sirami percik siang terakhir.
Kerlip bintang mendegupi langit
hiasi senin yang hampir tanpa arti.

Lampu warung sinari tubuhmu
menghapus bayang-bayang sosokmu
yang karenanya aku terpaku

Sepi sepintas tanpa sapa
karna kau sibuk itung ribuan
lalu kau bayar belanjaan

Ngilu kalbuku kelu lidahku
kusaksikan sisa hadirmu
karna kau sudah bayar belanjaanmu

Kata tetangga kau wanita jalang
Brangkat malam pulang siang
Ke kontrakan tiap hari bawa uang
atau cuma mi instan rasa ayam bawang

Namaku .... mungkin kau ingin tahu
meski pun tidak, aku ingin kau tahu.
Mungkin kita jumpa lagi siapa tahu
di warung ini selasa depan


Warung Pak Kasan, pokoknya Agustus 2008

Minggu, 03 Agustus 2008

Maaf

Katanya engkau penuh kasih
Aku tahu itu sedari kecil

Mungkin ada kabar dari malaikatmu
Aku pergi dari taman hikmahmu

Sungguh bukan itu maksudku kali ini
Aku hanya yakin engkau tak begitu penting di sini

Tolong percaya aku
Tak akan kuulangi janjiku
Bahwa hidup-matiku bukan untukmu,
Tuhan.

Jumat, 01 Agustus 2008

Puisi Hati yang Luka

Wahai Engkau Tuhan yang Maha Mengetahui segala
Engkau tentu paham derita hamba-hambaMu
Mereka yang takut jiwanya,
mereka yang lapar perutnya, dan
mereka yang tak sanggup lagi melangkah di bumimu mencari tujuh ribu seminggu,
Mereka berdoa padamu setiap ada waktu menanti hikmahMu.
Menurutku, paling tidak ringankan derita mereka sekali saja,
sampai mereka kembali padaMu.
Itu pun bila sungguh-sungguh Engkau ada.
Amin.